Langsung ke konten utama

Sejarah Perpustakaan


A.   Sejarah Perpustakaan Tingkat Dunia

Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan terbesar di dunia. Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabad-abad dan memiliki koleksi 700.000 gulungan papyrus, bahkan jika di bandingkan dengan Perpustakaan Sorbonne di abad ke-14 ‘hanya’ memiliki koleksi 1700 buku.
Perpustakaan ini di dirikan oleh Ptolemi I sang penerus Alexander (Iskandariah) pada tahun 323 SM, dan terus berlanjut sampai kekuasaan Ptolemi III. Pada waktu itu para penguasa Mesir begitu besemangat memajukan Perpustakaan dan Ilmu Pengetahuan mereka, bahkan dalam Manuskrip Roma mengatakan bahwa sang Raja mesir membelanjakan harta kerajaan untuk membeli buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul 442.800 buku dan 90.000 lainnya berbentuk ringkasan tak berjilid. Ia juga memerintahkan prajurit untuk menggeledah setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang ditemukan, mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya. Menurut beberapa sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III, ia berjanji membayar uang jaminan dan menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak mengambil kembali uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya.
Namun cerita keemasan ini hanya menjadi sejarah. Ketika penaklukan bangsa Romawi yang di pimpin oleh Julius Caesar pada tahun 48 SM. Bangsa Romawi membakar 400.000 buku musnah menjadi abu using yang tak berguna. Dunia ilmu saat itu sangat berduka karena telah kehilangan salah satu sumber ilmu pengetahuan terbaik saat itu. Namun akhirnya sang Kaisar, Julius Caesar meminta maaf, dan sebagai gantinya ia mengirim Marx Antonio untuk menghadiahkan 200.000 buku dari Roma kepada Ratu mesir saat itu, Cleopatra.
Namun perpustakaan megah yang ada di mesir tersebut tak pernah kembali seperti masa-masa keemasanya. Sejak pembakaran tersebut, Perpustakaan Iskadariah solah tak terurus. Bahkan hampir menjadi artefak-artefak kuno saja. Akan tetapi, UNESCO memprakarsai untuk bekerja sama dengan pemerintah Mesir, membangun kembali perpustakaan dengan sejarah terbesar dalam sejarah tersebut. Dan pembangunan ini di mulai sejak tahun 1990-an. Pembangunan ini menghabiskan dana tak kurang dari US$ 220 juta. US$ 120 juta di tanggung pemerintah Mesir dan sisanya di tanggung dari bantuan Internasional dari Negara-negara lain. Akhirnya setelah terbengkalai hampir selama 20 Abad, Perpustakaan Iskandriah (Bibliotheca Alexandrina) berdiri megah dan unik. Bangunan utama berbentuk bulat beratap miring, terbenam dalam tanah. Di bagian depan sejajar atap, dibuat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, terdiri lima lantai di dalam tanah, perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku.
Namun yang ada saat ini baru 250.000 buku dan akan terus bertambah tiap tahun. Selain itu juga menyediakan berbagai fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk memudahkan pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas 1.700 orang, conference room, ruang pustaka Braille Taha Husein khusus tuna netra, pustaka anak-anak, museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis. Dan yang juga menarik adalah lantai tengah perpustakaan tersebut terdapat Gallery Design dan bisa dilihat dari berbagai sisi. Di lantai kayu yang cukup luas itu terpajang berbagai prototype mesin cetak kuno dan berbagai lukisan dinding. Perpustakaan ini selalu dipenuhi pengunjung, padahal di Alexandria tidak banyak universitas seperti di Kairo. Ini menunjukkan tingginya minat baca masyarakat Mesir dan perpustakaan yang dulu dihancurkan Julius Caesar itu kini menjadi salah satu objek wisata sebagaimana Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, Kuburan para Firaun di Luxor atau Museum Kairo yang menyimpan timbunan emas Tutankhamun.


B.   Sejarah Perpustakaan di Indonesia


            Sejarah perpustakaan di Indonesia memang lebih muda dibanding dengan Negara Eropa dan Arab yang dimulai pada tahun 400-an M yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414M menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta. Pada Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka.
Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde Oost Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 160 Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaashe Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Pendiri lembaga BGKW diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Perkembangan perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai awa tahun 1920an. Bersama dengan berdirinya sekolah tinggi seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan di Surabaya dengan STOVIA (Technische Hoogeschool) di Bandung (1920). Perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia pertama kali adalah oleh pihak Keraton Mangkunegara yang mendirikan perpustakaan keraton, sedangkan Keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat.
Perkembangan perpustakaan pasca kemerdekaan dari tahun 1950an. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan pada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K.


C.   Sejarah Perpustakaan Islam

1.        Perpustakaan Khalifah di cordova
Ketika arab menaklukkan spanyol, mereka menjadikan kota cardova sebagai ibu kota mereka atau pusat kota mereka, dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban yang tinggi disana. Cardova menjadi kota yang paling besar di Eropa setelah konstantinopel, karena memiliki 200.000 rumah, 600 masjid, dan 900 tempat pemandian umum.
Dalam bidang pendidikan, budaya dan lainnya berada dibawah kendali islam, sehigga banyak buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa yunani kedalam bahasa arab, yang membantu perkembangan ilmu pengetahuan di perguruan tinggi, sekolah bahkan di perpustakaan yang ada. Sebagai hasilnya kebanyakan orang telah didik oleh para sarjana dan sejarawan di spanyol dan juga di andalusi. Hampir semua orang bisa membaca dan menulis. Kebudayaan dan pendidikan ini mencapai puncaknya dibawah khalifah Al-Hakam II (961-976 M). Al-Hakam merupakan salah satu sarjana terbaik diantara khalifah islam lainnya, ia membuat sebuah perpustakaan yang sangat bagus dan mengumpulkaan buku-buku yang berisi semua cabang ilmu pengetahuan, perpustakaan ini sangat besar dan luas untuk ukuran di zamanya. Buku-buku yang ada didalam perpustakaan mencapai 400.000 buah dan mempunyai katalog-katalog yang teliti dan sangat teratur, sehingga sebuah katalog khusus berisi diwan-diwan syair yang ada di perpustakaan itu mencapai 44 bagian. Di perpusstakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilid-penjilid buku yang mahir.
Pada massa Al-Hakam terkumpul khazanah-khazanah buku yang belum pernah dimiliki seorang pun baik sebelum atau sesudahnya. Hubungan cardova dengan dunia timur (Arab), khususnya syiria dan iraq mengalamai perkembangan pesat. Pemerintah bani umayah II banyak mengambil buku-buku, ilmu dan ilmuan dari timur, demikian pula sebaliknya, para pengembara dan pencari ilmu serta para ilmuan tidak sedikit yang ikut berhijrah dari negeri timur (khususnya Arab, Syiria, dan Iraq) ke Andalusia dan Cardova. Di ibu kota daulah Bani Umayyah II, dibawah pemerintahan Al-Hakam merekalah yang berperan untuk menyebarkan ilmu, pengajar, penulis buku (pengarang), penjual (pebisnis) buku (kitab), sehingga hubungan dan jaringann keilmuan antara dunia Arab (Timur) dengan spanyol, khusus Cardova, Andalusia terjalin dengan baik dan menghasilkan banyak karya-karya keilmuan yang menjadi sumber-sumber kepustakaan islam. Jaringan keilmuan melalui difusi kebudayaan, baik dengan cara melakukan imigrasi, pengembaraan, penyebaran ilmu melalui pendidikan, pengajaran dan penjualan buku-buku, maupun hubungan politik dan diplomasi, menjadi media transformative yang dinamis dan efektifdalam proses perkembangan lanjutan dan kemajuan kepustakaan islam. Fenomena ini menunjukkan bahwa jaringan keilmuan pada masa daulah bani Umayyah II di Cardova, dibangun oleh berbagai segmen dan lapisan (strata) sosial dan multi etnis. Inilah yang kemudian menegaskan bahwa tradisi kepustakaan islam berkembang seiring dengan terjadinya difusi kebudayaan. Difusi kebudayaan itu diperkuat oleh motif kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dari berbagai segmen dan lapisan, yang tidak hanya menjadikan buku sebagai sebuah industri ekonomi, tetapi aset kebudayaan dan peradaban islam yang tinggi. Pada masa ini kepustakaan tidak hanya berada di dalam istana kerajaan (daulah), tetapi juga menjamur di berbagai kota di Cardova. Yang menunjukkan suatu perkembangan yang pesat dan kemajuan dalam kepustakaan islam.
2.        Perpustakaan Bangsawan di Bukhara
Dinasti samanid mengembangkan kebudayaan yang sangat tinggi dan pendidikan di provinsi tran-oxana (dibagian tenggara rusia sekarang) dan salah satu raja terhebat mereka adalah Sultan Nuh ibn Mansur pada abad ke -10. Diantara keunggulan ibu kota bukhara adalah perpustakaan bangsawan yang dikumpulkan oleh leluhr-leluhur mereka. Perpustakaan ini memperoleh tempat terhormat dimana para sarjana-sarjana hebat avicenna mendapatkan ilmu pengetahuan. Dokter dan sarjana terkenal, abu ali ibn sina dikenal sebagai avicenna.
Abu Ali Al Husain Ibn Abdullah Ibn Sina adalah nama lengkap ibn sina, yang lebih dikenal sebagai “Avicenna” oleh masyarakat barat. Ia lahir pada tahun 980 M atau 370 H. Di Afshinah, sebuah desa kecil tempat asal ibunya, didekat bukhara.

3. Perpustakaan Khalifah Khalifah di Kairo
Perpustakaan yang pertama di Kairo telah dibentuk oleh khalifah Al-Aziz (975-996) M, awalnya di Mesir pada saat itu terdapat perkumpulan orang-orang terpelajar yang berdiskusi masalah agama dan berbagai hal lainnya. Dari situlah mereka menemukan modal sehingga didirikanlah sebuah Universitas dan Mesjidyang sangat dikenal yaitu Al-Azhar di Kairo, Al-Aziz sendiri adalah orang yang sangat cinta akan buku. Perpustakaan ini mempunyai 600.000 jilid buku dan 2.400 koran dengan indahnya yang diterangi emas dan perak yang disimpan disebuah ruangan terpisah yang disusun dengan baik di atas perpustakaan, sisa buku lain seperti ilmu hukum, tata bahasa, retorik, sejarah, biografi, astronomi dan ilmu kimia. Yang berada disekitar dinding yang sudah dibagi raknya, masing-masing satu pintu dengan satu kunci, diatas pintu dari tiap bagian telah dipaku daftar semua buku dan dimasukkan pada setiap cabang ilmu pengetahuan. Bahkan Al-Aziz meminta kepada khalil ibnu Ahmad untuk dibuatkan naskah dari kitab An-Ain dan memintanya untuk menjadi pustakawan. Dengan seketika ia menulis 30 naskah yaitu salinan atau tulisan yang dikarang olehnya dan menawarkan sebuah naskah sejarah, dimana ia membayar 100 dinars, didalam perpustakaannya tersebut juga terdapat 20 naskah mencakup salinan pengaran tentang Jambarah ibnu duraid ia mempunyai 100 naskah.


Semoga bermanfaat :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Analisis Jurnal Internasional

Nama               : Nurul Choirunnisa NIM                : 1720403030 Kelas               : 17 IP A Matkul             : Pemasaran Jasa Informasi Analisis Jurnal Internasional A.     Identitas Jurnal 1.       Judul Jurnal     : Marketing information services in Botswana: an exploratory study of                          selected information providing institutions in Gaborone 2.       Vol, No, dan Hal Jurnal : Vol. 23 Iss 6/7 hal. 302 – 313 3.       Alamat Jurnal : http://dx.doi.org/10.1108/0143512...

PENGENDALIAN KOSA KATA DALAM TESAURUS

 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah tesaurus secara etimologis berasal dari bahasa latin thesaurós yang artinya harta atau tempat penyimpanan perbendaharaan kata. Leksikografi merupakan bidang ilmu pertama yang menggunakan istilah tesaurus dan dengan pengertian yang serupa dengan definisi awal tesaurus.   Tesaurus sebagai suatu sarana temu kembali, atau yang disebut juga sebagai tesaurus yang terstruktur, menampilkan hubungan semantik antar istilah. Sarana ini dikonstruksi untuk membantu proses pengindeksan dan temu kembali.  Karena Tesaurus merupakan  suatu sarana temu kembali informasi maka dalam Tesaurus sendiri harus diperhatikan dalam hal pemilihan kosa kata yang tepat. Dari penjelasan di atas maka pemakalah tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai “PENGENDALIAN KOSA KATA DALAM TESAURUS” 1.2 Rumusan Masalah  1. Apa hubungan semantik dan peragaannya dalam Tesaurus? 2. Seperti apa pengendalian bentuk kosa kata? 3. Apa fungsi ko...

SIKAP KOMUNIKASI PUSTAKAWAN YANG EFEKTIF TERHADAP USER

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNVIERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG Tahun Ajaran 2018 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah swt yang maha pengasih dan maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidaya, dan inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalaah tentang Sikap Komunikasi Pustakawan yang Efektif Terhadap User. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah membantu dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikiran. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih lagi, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Palembang 27 November 2018 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar………………………………………………….…………………………...   2...